Saturday, April 13, 2013

Aku Terpaksa Menikahimu

Semoga peristiwa di bawah ini membuat kita belajar bersyukur untuk apa yang kita miliki :

[Mohon dibaca sampai selesai, tak usah malas membacanya yah..Insya Allah Menginspirasi]

Aku membencinya, itulah yang selalu kubisikkan dalam hatiku hampir sepanjang kebersamaan kami. Meskipun menikahinya, aku tak pernah benar-benar menyerahkan hatiku padanya. Menikah karena paksaan orangtua, membuatku membenci suamiku sendiri.

Walaupun menikah terpaksa, aku tak pernah menunjukkan sikap benciku. Meskipun membencinya, setiap hari aku melayaninya sebagaimana tugas istri. Aku terpaksa melakukan semuanya karena aku tak punya pegangan lain. Beberapa kali muncul keinginan meninggalkannya tapi aku tak punya kemampuan finansial dan dukungan siapapun. Kedua orangtuaku sangat menyayangi suamiku karena menurut mereka, suamiku adalah sosok suami sempurna untuk putri satu-satunya mereka.

Ketika menikah, aku menjadi istri yang teramat manja. Kulakukan segala hal sesuka hatiku. Suamiku juga memanjakanku sedemikian rupa. Aku tak pernah benar-benar menjalani tugasku sebagai seorang istri. Aku selalu bergantung padanya karena aku menganggap hal itu sudah seharusnya setelah apa yang ia lakukan padaku. Aku telah menyerahkan hidupku padanya sehingga tugasnyalah membuatku bahagia dengan menuruti semua keinginanku.

Di rumah kami, akulah ratunya. Tak ada seorangpun yang berani melawan. Jika ada sedikit saja masalah, aku selalu menyalahkan suamiku. Aku tak suka handuknya yang basah yang diletakkan di tempat tidur, aku sebal melihat ia meletakkan sendok sisa mengaduk susu di atas meja dan meninggalkan bekas lengket, aku benci ketika ia memakai komputerku meskipun hanya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Aku marah kalau ia menggantung bajunya di kapstock bajuku, aku juga marah kalau ia memakai pasta gigi tanpa memencetnya dengan rapi, aku marah kalau ia menghubungiku hingga berkali-kali ketika aku sedang bersenang-senang dengan teman-temanku.

Tadinya aku memilih untuk tidak punya anak. Meskipun tidak bekerja, tapi aku tak mau mengurus anak. Awalnya dia mendukung dan akupun ber-KB dengan pil. Tapi rupanya ia menyembunyikan keinginannya begitu dalam sampai suatu hari aku lupa minum pil KB dan meskipun ia tahu ia membiarkannya. Akupun hamil dan baru menyadarinya setelah lebih dari empat bulan, dokterpun menolak menggugurkannya.
Itulah kemarahanku terbesar padanya. Kemarahan semakin bertambah ketika aku mengandung sepasang anak kembar dan harus mengalami kelahiran yang sulit. Aku memaksanya melakukan tindakan vasektomi agar aku tidak hamil lagi. Dengan patuh ia melakukan semua keinginanku karena aku mengancam akan meninggalkannya bersama kedua anak kami. 


Waktu berlalu hingga anak-anak tak terasa berulang tahun yang ke-delapan. Seperti pagi-pagi sebelumnya, aku bangun paling akhir. Suami dan anak-anak sudah menungguku di meja makan. Seperti biasa, dialah yang menyediakan sarapan pagi dan mengantar anak-anak ke sekolah. Hari itu, ia mengingatkan kalau hari itu ada peringatan ulang tahun ibuku. Aku hanya menjawab dengan anggukan tanpa mempedulikan kata-katanya yang mengingatkan peristiwa tahun sebelumnya, saat itu aku memilih ke mal dan tidak hadir di acara ibu. Yaah, karena merasa terjebak dengan perkimpoianku, aku juga membenci kedua orangtuaku.

Sebelum ke kantor, biasanya suamiku mencium pipiku saja dan diikuti anak-anak. Tetapi hari itu, ia juga memelukku sehingga anak-anak menggoda ayahnya dengan ribut. Aku berusaha mengelak dan melepaskan pelukannya. Meskipun akhirnya ikut tersenyum bersama anak-anak. Ia kembali mencium hingga beberapa kali di depan pintu, seakan-akan berat untuk pergi.

Ketika mereka pergi, akupun memutuskan untuk ke salon. Menghabiskan waktu ke salon adalah hobiku. Aku tiba di salon langgananku beberapa jam kemudian. Di salon aku bertemu salah satu temanku sekaligus orang yang tidak kusukai. Kami mengobrol dengan asyik termasuk saling memamerkan kegiatan kami. Tiba waktunya aku harus membayar tagihan salon, namun betapa terkejutnya aku ketika menyadari bahwa dompetku tertinggal di rumah. Meskipun merogoh tasku hingga bagian terdalam aku tak menemukannya di dalam tas. Sambil berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi hingga dompetku tak bisa kutemukan aku menelepon suamiku dan bertanya.

"Maaf sayang, kemarin Farhan meminta uang jajan dan aku tak punya uang kecil maka kuambil dari dompetmu. Aku lupa menaruhnya kembali ke tasmu, kalau tidak salah aku letakkan di atas meja kerjaku"” Katanya menjelaskan dengan lembut.

Dengan marah, aku mengomelinya dengan kasar. Kututup telepon tanpa menunggunya selesai bicara. Tak lama kemudian, handphoneku kembali berbunyi dan meski masih kesal, akupun mengangkatnya dengan setengah membentak, "“Apalagi??"”

"Sayang, aku pulang sekarang, aku akan ambil dompet dan mengantarnya padamu. Sayang sekarang ada dimana?”", tanya suamiku cepat , kuatir aku menutup telepon kembali. Aku menyebut nama salonku dan tanpa menunggu jawabannya lagi, aku kembali menutup telepon. Aku berbicara dengan kasir dan mengatakan bahwa suamiku akan datang membayarkan tagihanku. Si empunya Salon yang sahabatku sebenarnya sudah membolehkanku pergi dan mengatakan aku bisa membayarnya nanti kalau aku kembali lagi. Tapi rasa malu karena “musuh”ku juga ikut mendengarku ketinggalan dompet membuatku gengsi untuk berhutang dulu.

Hujan turun ketika aku melihat keluar dan berharap mobil suamiku segera sampai. Menit berlalu menjadi jam, aku semakin tidak sabar sehingga mulai menghubungi handphone suamiku. Tak ada jawaban meskipun sudah berkali-kali kutelepon. Padahal biasanya hanya dua kali berdering teleponku sudah diangkatnya. Aku mulai merasa tidak enak dan marah.

Teleponku diangkat setelah beberapa kali mencoba. Ketika suara bentakanku belum lagi keluar, terdengar suara asing menjawab telepon suamiku.

Aku terdiam beberapa saat sebelum suara lelaki asing itu memperkenalkan diri, “selamat siang, ibu. Apakah ibu istri dari bapak armandi?” kujawab pertanyaan itu segera.

Lelaki asing itu ternyata seorang polisi, ia memberitahu bahwa suamiku mengalami kecelakaan dan saat ini ia sedang dibawa ke rumah sakit kepolisian. Saat itu aku hanya terdiam dan hanya menjawab terima kasih. Ketika telepon ditutup, aku berjongkok dengan bingung. Tanganku menggenggam erat handphone yang kupegang dan beberapa pegawai salon mendekatiku dengan sigap bertanya ada apa hingga wajahku menjadi pucat seputih kertas.

Entah bagaimana akhirnya aku sampai di rumah sakit. Entah bagaimana juga tahu-tahu seluruh keluarga hadir di sana menyusulku. Aku yang hanya diam seribu bahasa menunggu suamiku di depan ruang gawat darurat. Aku tak tahu harus melakukan apa karena selama ini dialah yang melakukan segalanya untukku. Ketika akhirnya setelah menunggu beberapa jam, tepat ketika kumandang adzan maghrib terdengar seorang dokter keluar dan menyampaikan berita itu. Suamiku telah tiada. Ia pergi bukan karena kecelakaan itu sendiri, serangan stroke-lah yang menyebabkan kematiannya. Selesai mendengar kenyataan itu, aku malah sibuk menguatkan kedua orangtuaku dan orangtuanya yang shock. Sama sekali tak ada airmata setetespun keluar di kedua mataku. Aku sibuk menenangkan ayah ibu dan mertuaku. Anak-anak yang terpukul memelukku dengan erat tetapi kesedihan mereka sama sekali tak mampu membuatku menangis.

Ketika jenazah dibawa ke rumah dan aku duduk di hadapannya, aku termangu menatap wajah itu. Kusadari baru kali inilah aku benar-benar menatap wajahnya yang tampak tertidur pulas. Kudekati wajahnya dan kupandangi dengan seksama. Saat itulah dadaku menjadi sesak teringat apa yang telah ia berikan padaku selama sepuluh tahun kebersamaan kami. Kusentuh perlahan wajahnya yang telah dingin dan kusadari inilah kali pertama kali aku menyentuh wajahnya yang dulu selalu dihiasi senyum hangat. Airmata merebak dimataku, mengaburkan pandanganku. Aku terkesiap berusaha mengusap agar airmata tak menghalangi tatapan terakhirku padanya, aku ingin mengingat semua bagian wajahnya agar kenangan manis tentang suamiku tak berakhir begitu saja. Tapi bukannya berhenti, airmataku semakin deras membanjiri kedua pipiku. Peringatan dari imam mesjid yang mengatur prosesi pemakaman tidak mampu membuatku berhenti menangis. Aku berusaha menahannya, tapi dadaku sesak mengingat apa yang telah kuperbuat padanya terakhir kali kami berbicara.


Aku teringat betapa aku tak pernah memperhatikan kesehatannya. Aku hampir tak pernah mengatur makannya. Padahal ia selalu mengatur apa yang kumakan. Ia memperhatikan vitamin dan obat yang harus kukonsumsi terutama ketika mengandung dan setelah melahirkan. Ia tak pernah absen mengingatkanku makan teratur, bahkan terkadang menyuapiku kalau aku sedang malas makan. Aku tak pernah tahu apa yang ia makan karena aku tak pernah bertanya. Bahkan aku tak tahu apa yang ia sukai dan tidak disukai. Hampir seluruh keluarga tahu bahwa suamiku adalah penggemar mie instant dan kopi kental. Dadaku sesak mendengarnya, karena aku tahu ia mungkin terpaksa makan mie instant karena aku hampir tak pernah memasak untuknya. Aku hanya memasak untuk anak-anak dan diriku sendiri. Aku tak perduli dia sudah makan atau belum ketika pulang kerja. Ia bisa makan masakanku hanya kalau bersisa. Iapun pulang larut malam setiap hari karena dari kantor cukup jauh dari rumah. Aku tak pernah mau menanggapi permintaannya untuk pindah lebih dekat ke kantornya karena tak mau jauh-jauh dari tempat tinggal teman-temanku.

Saat pemakaman, aku tak mampu menahan diri lagi. Aku pingsan ketika melihat tubuhnya hilang bersamaan onggokan tanah yang menimbun. Aku tak tahu apapun sampai terbangun di tempat tidur besarku. Aku terbangun dengan rasa sesal memenuhi rongga dadaku. Keluarga besarku membujukku dengan sia-sia karena mereka tak pernah tahu mengapa aku begitu terluka kehilangan dirinya.

Hari-hari yang kujalani setelah kepergiannya bukanlah kebebasan seperti yang selama ini kuinginkan tetapi aku malah terjebak di dalam keinginan untuk bersamanya. Di hari-hari awal kepergiannya, aku duduk termangu memandangi piring kosong. Ayah, Ibu dan ibu mertuaku membujukku makan. Tetapi yang kuingat hanyalah saat suamiku membujukku makan kalau aku sedang mengambek dulu. Ketika aku lupa membawa handuk saat mandi, aku berteriak memanggilnya seperti biasa dan ketika malah ibuku yang datang, aku berjongkok menangis di dalam kamar mandi berharap ia yang datang. Kebiasaanku yang meneleponnya setiap kali aku tidak bisa melakukan sesuatu di rumah, membuat teman kerjanya kebingungan menjawab teleponku. Setiap malam aku menunggunya di kamar tidur dan berharap esok pagi aku terbangun dengan sosoknya di sebelahku.

Dulu aku begitu kesal kalau tidur mendengar suara dengkurannya, tapi sekarang aku bahkan sering terbangun karena rindu mendengarnya kembali. Dulu aku kesal karena ia sering berantakan di kamar tidur kami, tetapi kini aku merasa kamar tidur kami terasa kosong dan hampa. Dulu aku begitu kesal jika ia melakukan pekerjaan dan meninggalkannya di laptopku tanpa me-log out, sekarang aku memandangi komputer, mengusap tuts-tutsnya berharap bekas jari-jarinya masih tertinggal di sana. Dulu aku paling tidak suka ia membuat kopi tanpa alas piring di meja, sekarang bekasnya yang tersisa di sarapan pagi terakhirnyapun tidak mau kuhapus. Remote televisi yang biasa disembunyikannya, sekarang dengan mudah kutemukan meski aku berharap bisa mengganti kehilangannya dengan kehilangan remote. Semua kebodohan itu kulakukan karena aku baru menyadari bahwa dia mencintaiku dan aku sudah terkena panah cintanya.

Aku juga marah pada diriku sendiri, aku marah karena semua kelihatan normal meskipun ia sudah tidak ada. Aku marah karena baju-bajunya masih di sana meninggalkan baunya yang membuatku rindu. Aku marah karena tak bisa menghentikan semua penyesalanku. Aku marah karena tak ada lagi yang membujukku agar tenang, tak ada lagi yang mengingatkanku sholat meskipun kini kulakukan dengan ikhlas. Aku sholat karena aku ingin meminta maaf, meminta maaf pada Allah karena menyia-nyiakan suami yang dianugerahi padaku, meminta ampun karena telah menjadi istri yang tidak baik pada suami yang begitu sempurna. Sholatlah yang mampu menghapus dukaku sedikit demi sedikit. Cinta Allah padaku ditunjukkannya dengan begitu banyak perhatian dari keluarga untukku dan anak-anak. Teman-temanku yang selama ini kubela-belain, hampir tak pernah menunjukkan batang hidung mereka setelah kepergian suamiku.

Empat puluh hari setelah kematiannya, keluarga mengingatkanku untuk bangkit dari keterpurukan. Ada dua anak yang menungguku dan harus kuhidupi. Kembali rasa bingung merasukiku. Selama ini aku tahu beres dan tak pernah bekerja. Semua dilakukan suamiku. Berapa besar pendapatannya selama ini aku tak pernah peduli, yang kupedulikan hanya jumlah rupiah yang ia transfer ke rekeningku untuk kupakai untuk keperluan pribadi dan setiap bulan uang itu hampir tak pernah bersisa. Dari kantor tempatnya bekerja, aku memperoleh gaji terakhir beserta kompensasi bonusnya. Ketika melihatnya aku terdiam tak menyangka, ternyata seluruh gajinya ditransfer ke rekeningku selama ini. Padahal aku tak pernah sedikitpun menggunakan untuk keperluan rumah tangga. Entah darimana ia memperoleh uang lain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga karena aku tak pernah bertanya sekalipun soal itu.Yang aku tahu sekarang aku harus bekerja atau anak-anakku takkan bisa hidup karena jumlah gaji terakhir dan kompensasi bonusnya takkan cukup untuk menghidupi kami bertiga. Tapi bekerja di mana? Aku hampir tak pernah punya pengalaman sama sekali. Semuanya selalu diatur oleh dia.

Kebingunganku terjawab beberapa waktu kemudian. Ayahku datang bersama seorang notaris. Ia membawa banyak sekali dokumen. Lalu notaris memberikan sebuah surat. Surat pernyataan suami bahwa ia mewariskan seluruh kekayaannya padaku dan anak-anak, ia menyertai ibunya dalam surat tersebut tapi yang membuatku tak mampu berkata apapun adalah isi suratnya untukku :

Istriku Liliana tersayang,
 
Maaf karena harus meninggalkanmu terlebih dahulu, sayang. maaf karena harus membuatmu bertanggung jawab mengurus segalanya sendiri. Maaf karena aku tak bisa memberimu cinta dan kasih sayang lagi. Allah memberiku waktu yang terlalu singkat karena mencintaimu dan anak-anak adalah hal terbaik yang pernah kulakukan untukmu.
 
Seandainya aku bisa, aku ingin mendampingi sayang selamanya. Tetapi aku tak mau kalian kehilangan kasih sayangku begitu saja. Selama ini aku telah menabung sedikit demi sedikit untuk kehidupan kalian nanti. Aku tak ingin sayang susah setelah aku pergi. Tak banyak yang bisa kuberikan tetapi aku berharap sayang bisa memanfaatkannya untuk membesarkan dan mendidik anak-anak. Lakukan yang terbaik untuk mereka, ya sayang.
 
Jangan menangis, sayangku yang manja. Lakukan banyak hal untuk membuat hidupmu yang terbuang percuma selama ini. Aku memberi kebebasan padamu untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang tak sempat kau lakukan selama ini. Maafkan kalau aku menyusahkanmu dan semoga Tuhan memberimu jodoh yang lebih baik dariku.
 
Teruntuk Farah, putri tercintaku. Maafkan karena ayah tak bisa mendampingimu. Jadilah istri yang baik seperti Ibu., dan Farhan, ksatria pelindungku. Jagalah Ibu dan Farah. Jangan jadi anak yang bandel lagi dan selalu ingat dimanapun kalian berada, ayah akan disana melihatnya. Oke, Buddy!

Aku terisak membaca surat itu, ada gambar kartun dengan kacamata yang diberi lidah menjulur khas suamiku kalau ia mengirimkan note.

Notaris memberitahu bahwa selama ini suamiku memiliki beberapa asuransi dan tabungan deposito dari hasil warisan ayah kandungnya. Suamiku membuat beberapa usaha dari hasil deposito tabungan tersebut dan usaha tersebut cukup berhasil meskipun dimanajerin oleh orang-orang kepercayaannya. Aku hanya bisa menangis terharu mengetahui betapa besar cintanya pada kami, sehingga ketika ajal menjemputnya ia tetap membanjiri kami dengan cinta. 


Aku tak pernah berpikir untuk menikah lagi. Banyaknya lelaki yang hadir tak mampu menghapus sosoknya yang masih begitu hidup di dalam hatiku. Hari demi hari hanya kuabdikan untuk anak-anakku. Ketika orangtuaku dan mertuaku pergi satu persatu meninggalkanku selaman-lamanya, tak satupun meninggalkan kesedihan sedalam kesedihanku saat suamiku pergi.

Kini kedua putra putriku berusia duapuluh tiga tahun. Dua hari lagi putriku menikahi seorang pemuda dari tanah seberang. Putri kami bertanya, “Ibu, aku harus bagaimana nanti setelah menjadi istri, soalnya Farah kan ga bisa masak, ga bisa nyuci, gimana ya bu?”


Aku merangkulnya sambil berkata “Cinta sayang, cintailah suamimu, cintailah pilihan hatimu, cintailah apa yang ia miliki dan kau akan mendapatkan segalanya. Karena cinta, kau akan belajar menyenangkan hatinya, akan belajar menerima kekurangannya, akan belajar bahwa sebesar apapun persoalan, kalian akan menyelesaikannya atas nama cinta.”
 Putriku menatapku, “Seperti cinta ibu untuk ayah? Cinta itukah yang membuat ibu tetap setia pada ayah sampai sekarang?”


Aku menggeleng, “bukan, sayangku. Cintailah suamimu seperti ayah mencintai ibu dulu, seperti ayah mencintai kalian berdua. Ibu setia pada ayah karena cinta ayah yang begitu besar pada ibu dan kalian berdua.”

Aku mungkin tak beruntung karena tak sempat menunjukkan cintaku pada suamiku. Aku menghabiskan sepuluh tahun untuk membencinya, tetapi menghabiskan hampir sepanjang sisa hidupku untuk mencintainya. Aku bebas darinya karena kematian, tapi aku tak pernah bisa bebas dari cintanya yang begitu tulus.

Sumber : Ria Saraswati

Friday, April 5, 2013

6 GOLONGAN WANITA YANG KURANG LAYAK DI JADIKAN SEORANG ISTRI

Wanita merupakan makhluk yang diciptakan oleh Tuhan untuk menjadi pasangan bagi kaum Adam. Namun dalam memilih sebuah pasangan, itu merupakan hal yang tidak mudah. Bamyak kriteria yang harus diperhatikan. Namun Al-Quran telah menjelaskan beberapa kriteria wanita yang harus dihindari untuk dijadikan istri :

1. Al -Anaanah
Banyak berkeluh kesah. Yang selalu merasa tak cukup, apa yang diberi semua tak cukup. Diberi rumah tak cukup, diberi motor tak cukup, diberi mobil tak cukup, dll. Selalu ingin memenuhi kehendak nafsu sendiri, tanpa memperhatikan perasaan suami. Tak hormat kepada suami, apalagi berterima kasih pada suami. Segala sesuatu yang suami beri pun tak pernah puas. Ada saja yang tak cukup.

2. Al-Manaanah
Suka mengungkit. Jika suami melakukan hal yg dia tak berkenan, maka diungkitlah segala hal tentang suaminya itu. Sangat senang membicarakan suami, tak ingat budi, tak bertanggung jawab, tak sayang, dll. Padahal suami sudah memberi perlindungan dan segala macam padanya.

3. Al -Hunaana
Menginginkan sosok suami yang lain. Sangat suka membanding-bandingkan suaminya dengan suami/lelaki lain. Tak ridha dengan suami yang sudah dimilikinya. (Naudzubillah)

4. Al- Hudaaqah
Suka memaksa. Bila ingin sesuatu maka dipaksa suaminya melakukan. Pagi, petang malam asik menekan dan memaksa suami. Adakalanya dengan berbagai ancaman: ingin lari, ingin bunuh diri, ingin membuat malu suami, dll. Suami dibuat seperti budaknya, bukan sebagai pemimpinnya. Yang dipentingkan adalah kehendak dan kepentingan dia saja.

5. Al-Hulaaqa
Sibuk bersolek atau tidur atau santai-santai dll Hingga lalai dengan ibadah-ibadah asas, seperti shalat berjamaah, wirid zikir, mengurus rumah-tangga, berkasih sayang dengan anak-anak, dll.

6. As-Salaaqah
Banyak berbicara, menggosip. Siang malam, pagi petang asik menggosi. Segala sesuatu yg suami kerjakan selalu tidak benar dimatanya. Zaman sekarang bergosip bukan saja berbicara di depan suami, tapi dengan telfon, SMS, internet (facebook), BBM dan macam-macam cara yang lain.


Demikianlah yang harus kita perhatikan dari 6 golongan wanita yang kurang layak dijadikan Istri menurut Al-Quran

Semoga bermanfaat bagi saudaraku untuk kaum adam, maupun kaum hawa semoga bisa dijadikan catatan dalam hati kita.



Tuesday, November 20, 2012

Gaza, Doaku Untukmu


Saya tidaklah ahli dalam urusan politik Timur Tengah, namun menyaksikan pembantaian anak-anak dan wanita hati ini menjerit ingin ikut bicara. Sesungguhnya “pertunjukkan” pembantaian terlama adalah di Palestina termasuk Gaza di dalamnya. Gaza, tak lebih sebuah penjara terbuka bagi para penduduknya. Adegan kekerasan demi kekerasan dipertontonkan kepada dunia, bangsa zionis Israel sebagai pelakunya.

Anak-anak, wanita dan penduduk sipil menjadi korban pertunjukkan ini. Dunia tak bisa berkutik dengan tingkah polah negara kecil yang bernama Israel. Bahkan kejadian demi kejadian semakin menguatkan opini bahwa Isael kuat dan negara-negara yang mengaku Islam di sekitar Palestina lemah tak berdaya. Akupun juga merasa lemah karena hanya bisa berkirim doa untukmu Gaza.

Kepada siapa dunia berharap untuk melindungi nyawa-nyawa tak berdosa di Gaza? Kepada Presiden Obama? Rasanya Anda akan kecewa. Karena sebagaimana dilaporkan kantor Berita AFP (17/11/2012) Presiden AS ini menegaskan kembali dukungannya terhadap Israel, walau ia menyesali jatuhnya korban sipil.

Kepada negara-negara di sekitar Palestina yang penduduknya mayoritas Islam? Rasanya itu juga harapan kosong, sebab rezim Turki, Qatar, Arab Saudi, Iran, dan Mesir  berulang kali menegaskan bahwa peran mereka tidak lebih dari melakukan perang media dan membuat gerakan dana untuk dua otoritas di Gaza dan Ramallah. Mereka diam seribu bahasa pada saat pesawat Israel  membombandir penduduk Gaza dengan berbagai senjata dan rudal jenis baru.


Kepada PBB? OKI? Ah, itu juga bak menggantang asap. Dalam suasana seperti inilah pikirankupun akhirnya melayang, andai ada pemimpin sekaliber Umar bin Khathab yang mampu menyatukan berbagai negeri Islam yang kini tercerai berai menjadi 50 lebih negara, pastilah Israel akan gentar. Kepemimpinan yang kuat dan mampu menyatukan berbagai kekuatan bukan hanya menyelamatkan penduduk Gaza, tetapi juga melindungi umat yang tertindas di berbagai penjuru dunia.

Saat ini, kepada korban pembantaian sebisa mungkin kita membantu dana, obat-obatan dan apapun yang bisa meringankan beban mereka.  Kirimkan pula doa untuk saudara-saudara kita di Gaza. Namun, adegan-adegan pembantaian akan berulang apabila kita tidak punya kekuatan yang setara. Kapankah kekuatan itu akan hadir? Semoga tidak terlalu lama dari sekarang…

Disadur dari Guru saya @jamilazzaini
www.jamilazzaini.com

Monday, November 5, 2012

Baru Kupahami


Baru kupahami..
Kenapa dulu ayah ibuku sering melarangku keluyuran main tanpa tujuan yg jelas.
Saat itu, aku sering iri pada teman-teman yg mudah main kemana saja, tanpa dimarahi orangtuanya.
Aku menganggap orangtuaku over protektif, sehingga menjadikan alasan kerja kelompok atau belajar bareng untuk bisa main keluyuran bareng teman-teman.
Baru kupahami..
Kenapa waktu SD, orangtuaku melarangku belajar motor.
Harus rela kemana2 naik sepeda boncengan bareng adik.
Sering mengeluh, saat panas2 dan capek harus menggenjot sepeda sedangkan teman-teman yg lain berlalu dgn motor mereka sambil berkata “duluan ya, semangat!”
Baru kupahami..
Kenapa dulu ibu jarang sekali mengizinkanku membeli mainan.
Menganggap ibu pelit, tak mengerti kesukaan anak laki-laki.
Padahal, disatu sisi yg baru kusadari ibu tak pernah menolak saat aku minta dibelikan buku dan majalah seperti Orbit, Bobo, dll.
Baru kupahami..
Kenapa dulu waktu SD, Ibu hanya memberiku uang saku yg sedikit dibanding teman-teman yg lain. Padahal ortuku punya penghasilan yg besar.
Lagi-lagi menganggap mereka pelit. Tanpa kusadari, ibu selalu bangun pagi2 untuk membuatkanku beka, sehingga disekolah aku tak banyak jajan makanan yg tak terjamin hygenenya.
Baru kupahami..
Kenapa sejak SD ibu selalu membebaniku dgn tugas kecil rumah tangga. Memaksaku bangun pagi untuk bantu masak, jemur baju, atau menyapu.
Aku menganggap ibu cerewet dan galak, karena beliau selalu ngomel2 ketika setelah shubuh aku tidur lagi dan pura-pura lupa dgn tugas tersebut.
Baru kupahami..
Kenapa ortuku selalu menolak permintaanku untuk merayakan ultah.
Hanya bisa iri melihat teman-teman lain yg ultahnya meriah, dapat kado dan ucapan selamat dari banyak orang.
Baru ku pahami..
Kenapa ayah ibuku tak pernah menelpon sebelum aku menelpon.
Menganggap mereka tak perhatian, tak kangen, dll.
Tanpa kusadari, bahwa mereka ingin aku fokus dan tak terganggu dalam studyku tanpa terus terbayang-bayang orang rumah.
Baru kupahami..
Kenapa saat semua anggota keluarga berkumpul, akulah orang pertama yg ditawari ibu “Mau masak apa hari ini Mas?”
Semua karena MEREKA MENYAYANGIKU
“Bahkan, kasih sayang yg kau tahu dan rasakan dari orangtuamu, hanya menunjukkan sepersepuluh dari kasih sayang mereka yg sesungguhnya”

Didedikasikan untuk kedua orangtua-ku, Sepasang Bidadari dari langit.


Wednesday, July 18, 2012

Sudahkah Kita Bersiap Menyambut Ramadhan?

Di dekat rumah kami, ada kedai bubur ayam yang sangat laris. Walau tak terlalu besar, ramai orang datang sepanjang hari.

Uniknya, setiap Ramadhan kedai ini tidak pernah buka melayani pembeli. Tidak saja pada pagi dan siang hari saat orang-orang berpuasa, tetapi juga pada petang dan malam hari saat orang berbuka.

Pasti ada yang istimewa dengan sang pemilik kedai. Selama 11 bulan, ia tentu telah mempersiapkan diri untuk menyambut bulan suci, menyisihkan sebagian keuntungannya. Saat Ramadhan tiba, tanpa ragu ia menutup kedainya sebulan penuh hingga bisa lebih fokus beribadah pada bulan ‘emas’ ini.

Orang-orang seperti ini tidaklah banyak jumlahnya. Kebanyakan orang tidak peduli dengan datangnya Ramadhan, justru semakin sibuk dengan berbagai bisnis dan transaksi ekonomi, bahkan lebih sibuk lagi menjelang Idul Fitri. Bandingkan dengan fakta yang sering terjadi. Masjid semakin sepi jamaah pada malam-malam akhir Ramadhan.

Sebalik nya, mal-mal atau pusat perbelanjaan lain semakin ramai dikunjungi pembeli. Antrean tiket di loket-loket angkutan umum semakin panjang. Jalan-jalan antarkota antarprovinsi semakin dipadati kendaraan.

Tak banyak orang dan keluarga yang ‘cerdas’ menyikapi kedatangan tamu istimewa. Tak banyak pula yang tangkas menyiasati berbagai keadaan yang dapat mengganggu kesyahduan Ramadhan. Ada beragam cara, tetapi kata kuncinya sederhana, kepedulian ( awareness), didukung oleh perencanaan dan persiapan matang. (Lihat QS al-Hasyr [59]:18).

Memang tidak semua leluasa keadaannya. Masih ada saudara-saudara kita yang jangankan menabung untuk  memenuhi hajat hidup sehari-hari pun harus gali lubang tutup lubang. Ada pula saudara-saudara kita yang harus tetap be kerja, bahkan semakin sibuk melayani masyarakat pada bulan suci.

Kepada mereka tentu Allah SWT tidak akan memberikan beban melebihi kemampuannya (QS al-Baqarah [2]:286).

Apa pun, kita pasti akan mendapatkan keuntungan dari bu lan Ramadhan, selama masih ada kepedulian ( awareness) atas satu-satunya bulan yang tersurat di dalam Alquran ini. Rasulullah SAW senantiasa mengingatkan kepada kita akan datangnya bulan Ramadhan mulia. Dua bulan sebelum nya, sejak bulan Rajab, beliau telah mengajarkan sebuah doa yang indah, “Ya Allah, berkahilah kami pada bulan Rajab dan Sya’ban. Dan, sampaikanlah kami ke bulan Ramadhan.”

Mendekati bulan suci, mereka lebih menjaga diri dari perbuatan dosa dan maksiat, menyambung dan memperbaiki silaturahim, serta terus membekali diri dengan ilmu-ilmu yang diperlukan. Adalah Rasulullah SAW, yang dengan ceria dan penuh semangat, senantiasa memberi kabar gembira atas kedatangan bulan Rama dhan.

Sudahkah kita bersiap menyambutnya?

Wallahu a’lam.

Sunday, July 8, 2012

RAHASIA di balik RAHASIA.


Jika menurut anda ini BAIK, tolong di share. Apabila tidak, cukup anggap saja sebagai pembelajaran.

Keterangan :
A : Aku
T : TUHAN


A : Tuhan, bolehkah aku bertanya Pada-MU?
T : Tentu, hambaku. Silahkan.

A : Tapi janji ya, Engkau takkan marah.
T : Ya, AKU janji.

A : Kenapa KAU izinkan banyak HAL BURUK terjadi padaku hari ini?
T : Apa Maksudmu?

A : Aku bangun terlambat.
T : Ya., Terus,

A : Mobilku mogok & butuh waktu lama untuk menyala.
T : Oke. Terus,

A : Roti yg kupesan dibuat tak seperti pesananku, hingga aku malas memakannya.
T : Hmm. Terus,

A : Dijalan pulang, HPku tiba-tiba mati saat aku berbicara bisnis besar.
T : Benar. Trus,

A : Dan akhirnya, saat kusampai rumah, aku hanya ingin sedikit bersantai dg mesin pijat refleksi yang baru kubeli,  tapi MATI! Kenapa tak ada yg LANCAR hari ini?
T : Biar KU perjelas HambaKU, ada malaikat kematian pagi tadi, dan AKU mengirimkan malaikat-KU tuk beperang melawannya agar tak ada hal buruk terjadi padamu. KU-biarkan  terTIDUR disaat itu.

A : Oh, tapi...
T : AKU tak biarkan mobilmu menyala TEPAT WAKTU karena ada pengemudi mabuk lewat didepan jalan dan  akan MENABRAKmu.

A : (merunduk)
T : Pembuat burgermu yang biasa sedang sakit. AKU tak ingin kau tertular, sehingga AKU utus orang lain untuk membuatnya.

A : (tarik nafas)
T : HPmu KU buat mati karna mereka PENIPU, KU tak mungkin membiarkanmu tertipu. Lagipula akan mengacaukan KONSENTRASI mu dlm mengemudi bila ada yg menghubungimu kala HP menyala.

A : (mataku berkaca-kaca) aku mengerti Tuhan
T:  Soal mesin pijat refleksi, KU tahu bahwa itu mesin pijat baru kau beli dan baru pertama kali kau coba. AKU. AKU tahu bahwa dalam mesin pijat tersebut ada satu bagian yang cacat, dan ketika dipakai akan menimbulkan KECELAKAAN, bahkan KEMATIAN. 

A: (menangis tersedu) Maafkanku Tuhan.
T: Tak apa, tak perlu meminta maaf. Belajarlah tuk percaya PADAKU.


Rencana-KU padamu lebih baik dari rencanamu sendiri.
Yakinlah bahwa Tuhan selalu baik
Yakinlah segala Usahamu PASTI Sampai
Belajarlah untuk selalu bersyukur atas APAPUN yg terjadi,
Karena Semua akan INDAH pada waktunya.

Mungkin anda merasa keadaan tidak mendukung anda, mungkin anda berpikir kesempatan datang ketika anda belum siap, dan kesempatan itu menghilang ketika anda siap.
Tetapi, itu keputusan-NYA. DIA tahu mana yang TERBAIK untuk anda


Saturday, June 23, 2012

Renungan


Hasbunallah wa ni’mal wakil, ni’mal maula wa ni’man nashir :)“Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung


Jika ada dalam kesulitan atau ketakutan, hanya dengan mengingat kalimat ini, Insyaallah akan senantiasa dapat menyejukkan hati. Disana ada Dia , yang tak pernah lelah menolongku, merangkulku dalam dekapan-Nya, memberikanku apa yang kubutuhkan, dan menjadikanku sebaik-baik makhluk.


Allah menciptakanku dengan sejuta kesempurnaan, iyaa , kesempurnaan. Namun banyak hal yang belum mampu ku syukuri dengan sungguh. Bahkan sering aku merasa bahwa Allah hanya senang mengujiku melalui berbagai masalah yang tiada berujung seperti lingkaran. Selalu berputar seperti roda. Tidak ada titik pencapaian pasti akan hal tersebut. 

Kadang , aku pun dengan gembira hati mencaci-maki keadaan , menyalahkannya dengan segala cara. Membuat seolah apa yang di takdirkan oleh Allah menjadikan hidupku sedikit tidak bernilai guna.

Aku melupakan hal paling esensial, bahwa Allah akan selalu ada membimbing kita, jangankan sedetik , sepersekian detik pun Allah tak pernah melepaskan genggaman tangannya padaku. Masih mampukah aku berpaling dan berkata bahwa Allah hanya memberiku masalah tanpa solusi? Tidak Nasrul, Allah tak akan pernah membiarkanmu berjalan seorang diri menghadapi masalah, Allah hanya ingin mendewasakanmu dengan cara “berbeda”. Hanya kadang, kamulah yang tak pernah mampu untuk “melihat” apa yang sudah disediakan-Nya.

Cukup kamu menjadikan Allah sebagai muara atas semua suara hatimu, atas berbagai macam bentuk rasa syukurmu, juga akan segala keluh kesahmu. Cukuplah Allah yang aku jadikan tempat perlindungan dan tempat meminta ketentraman jiwa. Karena Allah lah yang mampu mengangkatmu keluar dari masalah-masalah yang sedang ku hadapi. 

Karena Allah selalu ada, disini, iyaa , hidup disini , di relung hati yang kasihnya masih belum tergores luka. Disanalah Dia, menunggumu agar menemukan-Nya dalam keabadian yang dinamakan Surga :D